“ISLAM DAN PERSOALAN EKONOMI”
Dosen : Sugianti,S.pd.I.,M.pd
Nama : Arafik Bayu Efendi
Nim : 201710160311415
JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2020
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulullah SAW beserta keluarganya.
Penulisan Makalah AIK ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah tersebut yaitu AIK 4 yang berjudul di atas guna menambah pengetahuan dan ilmu pengetahuan bagi sipenulis dan memnuhi tugas kuliah online.
Dalam penyusunan proposal ini, kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan karena pengalaman dan pengetahuan penulis yang terbatas. Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi terciptanya makalah ini yang lebih baik lagi untuk masa mendatang.
Malang.17 Maret 2020
Arafik Bayu Efendi
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................ i
DAFTAR ISI .............................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penyusunan Makalah ................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN............................................................................. 4
2.1 Prinsip – prinsip Ekonomi dalam Islam................................................ 4
2.2 Beberapa Persoalan Ekonomi dalam Pandangan Islam......................... 6
2.3 Bekerja sebagai Kewajiban dan Ibadah .............................................. 13
2.4 Akhlak Bekerja dalam Islam................................................................. 15
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN .................................................. 19
1.1 Kesimpulan ........................................................................................ 19
1.2 Saran .................................................................................................. 19
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ekonomi Islam atau Ekonomi berbasis Syariah adalah sebuah sistem ekonomi yang memiliki tujuan utama untuk kesejahteraan umat. Sistem ekonomi syariah berpedoman penuh pada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Hukum-hukum yang melandasi prosedur transaksinya sepenuhnya untuk kemaslahatan masyarakat, sehingga tidak ada satu pihak yang merasa dirugikan. Kesejahteraan masyarakat dalam Ekonomi Islam tidak hanya diukur dari aspek materilnya, namun mempertimbangkan dampak sosial, mental dan spiritual individu serta dampak yang ditimbulkan bagi lingkungan.
Syariat Islam telah mengajarkan tatacara manusia dalam menjalankan hidupnya dari segala aspek. Tidak hanya dalam aspek religious, tetapi juga mengatur perilaku manusia sebagai mahluk sosial, menjaga hubungan antarsesama manusia, hubungan manusia dengan alam, dan menghindarkan dari perilaku-perilaku menyimpang agar dapat tercipta kedamaian danketentraman.
Syariat Islam mengatur segala hal yang berkaitan dengan kegiatanekonomis manusia, sehingga tidak hanya berorientasi pada kebahagiaan dunia, tetapi juga kebahagiaan di Akhirat kelak. Dalam memenuhi keperluan hidup, syariat Islam menganjurkan untuk saling bekerjasama dan tolong menolong selama dalam hal kebaikan dan terhindar dari kemungkaran. Dalam bisnis-bisnis konvensional, segala sesuatunya mengacu pada satu titik, yaitu mendapat keuntungan materil. Dampak yang ditimbulkan dari tujuan awal bisnis konvensional menyebabkan pelaku bisnis cenderung untuk mengumpulkanharta sebanyak-banyaknya sehingga kurang memperhatikan dampak yang ditimbulkan bagi individu lain. Hal ini sangat berbeda dengan bisnis-bisnis yang dilandasi atas hukum Islam. Implementasi dari bisnis yang berbasis syariah tidak hanya berfokus pada mencari keuntungan/laba secara materil, namun aspek keuntungan non-materil yaitu, kesabaran, kesukuran, kepedulian, serta menjauhkan diri dari sifat kikir dan tamak. Bisnis yang dilandasi oleh syariah dapat menjauhkan pebisnis dari perbuatan tercela, penipuan, merusaklingkungan, dan perbuatan-perbuatan yang dapat merugikan diri sendiri maupun lingkungannya.
Ekonomi Konvensional telah menjadikan uang sebagai suatu komoditas, sehingga keberadaan uang saat ini lebih benyak diperdagangkan daripada difungsikan sebagai alat tukar dalam perdagangan. Islam memandang uang hanya sebagai alat tukar (medium of exchange), bukan sebagai barang dagangan (komoditas) yang diperjual belikan. Dalam Islam, uang adalah milik masyarakat, sehingga uang harus digunakan dalam kegiatankegiatan produktif. Penimbunan uang dapat mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat, sedangkan Islam memandang uang adalah Flow Concept, yaitu uang harus berputar dalam perekonomian.
1.2. Rumusan Masalah
1.Apa itu definisi ekonomi islam?
2.Apa yang dimaksud dengan prinsip-prinsip Ekonomi dalam islam?
3.Apa saja persoalan Ekonomi dalam pandangan islam: Bank, Asuransi, Valas, Bursa 4.Efek.
5.Apakah bekerja sebagai kewajiban dan ibadah?
6.Bagaimana akhlak bekerja dalam islam?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan peniltian dari makalah ini antara lain:
a. Mengetahui Definisi Apa itu ekonomi islam
b. Mengetahui apa saja prinsip-prinsip islam
c. Bebebrapa persoalan ekonomi dalam pandangan islam
d. Apa maksud bekerja sebagai kwajiban dan ibadah
e. Aklhak Bekerja dalam islam
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi
Ekonomi, secara umum didefinisikan sebagai hal yang mempelajari perilaku manusia dalam menggunakan sumber daya yang langka untuk memproduksi barang dan jasa yang dibutuhkan manusia.
Beberapa ahli mendefinisikan ekonomi Islam sebagai suatu ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan dengan alat pemenuhan kebutuhan yang terbatas di dalam kerangka Syariah. Ilmu yang mempelajari perilaku seorang muslim dalam suatu masyarakat Islam yang dibingkai dengan syariah. Definisi tersebut mengandung kelemahan karena menghasilkan konsep yang tidak kompetibel dan tidak universal. Karena dari definisi tersebut mendorong seseorang terperangkap dalam keputusan yang apriori (apriory judgement), benar atau salah tetap harus diterima. Definisi ekonomi islam menurut beberapa ekonom islam,
1. Muhammad Abdul Mannan
Ekonomi Islam merupakan ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam.
2. M.M Metwally
Ekonomi Islam dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari perilakumuslim (yang beriman) dalam suatu masyarakat Islam yang mengikuti Al Quran,Hadits Nabi,Ijma dan Qiyas.
2.2. Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam
Menurut Metwally, prinsip-prinsip ekonomi Islam secara garis besar dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Sumber daya dipandang sebagai amanah Allah kepada manusia, sehingga pemanfaatannya haruslah bisa dipertanggungjawabkan di akherat kelak. Implikasinya adalah manusia harus menggunakannya dalam kegiatan yang bermanfaat bagi dirinya dan orang lain.
2. Kepemilikan pribadi diakui dalam batas-batas tertentu yang berhubungan dengan kepentingan masyarakat dan tidak mengakui pendapatan yang diperoleh secara tidak sah.
3. Bekerja adalah kekuatan penggerak utama kegiatan ekonomi Islam. Islam mendorong manusia untuk bekerja dan berjuang mendapatkan materi/harta dengan berbagai cara, asalkan mengikuti aturan yang telah ditetapkan. Hal ini dijamin oleh Allah bahwa Allah telah menetapkan rizki setiap makhluk yang diciptakan-Nya.
4. Kepemilikan kekayaan tidak boleh hanya dimiliki oleh segelintir orang-orang kaya, dan harus berperan sebagai kapital produktif yang akan meningkatkan besaran produk nasional dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
5. Islam menjamin kepemilikan masyarakat dan penggunaannya dialokasikan untuk kepentingan orang banyak. Prinsip ini didasari oleh sunnah Rasulullah yang menyatakan bahwa masyarakat mempunyai hak yang sama atas air, padang rumput, dan api.
6. Seorang muslim harus tunduk pada Allah dan hari pertanggungjawaban di akherat (QS. 2:281). Kondisi ini akan mendorong seorang muslim menjauhkan diri dari hal-hal yang berhubungan dengan maisir, gharar, dan berusaha dengan cara yang bathil, melampaui batas dan sebagainya.
7. Zakat harus dibayarkan atas kekayaan yang telah memenuhi batas (nisab). Zakat ini merupakan alat distribusi sebagian kekayaan orang kaya yang ditujukan untuk orang miskin dan mereka yang membutuhkan. Menurut pendapat para ulama, zakat dikenakan 2,5% untuk semua kekayaan yang tidak produktif, termasuk di dalamnya adalah uang kas, deposito, emas, perak dan permata, dan 10% dari pendapatan bersih investasi.
2.3. Persoalan Ekonomi Dalam Islam
2.3.1 Bank Syariah
Secara umum pengertian Bank Islam (Islamic Bank) adalah bank yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariat Islam. Saat ini banyak istilah yang diberikan untuk menyebut entitas Bank Islam selain istilah Bank Islam itu sendiri, yakni Bank Tanpa Bunga (Interest-Free Bank), Bank Tanpa Riba (Lariba Bank), dan Bank Syari’ah (Shari’a Bank). Di Indonesia secara teknis yuridis penyebutan Bank Islam mempergunakan istilah resmi “Bank Syariah”, atau yang secara lengkap disebut “Bank Berdasarkan Prinsip Syariah”.
Fungsi Bank Syariah secara garis besar tidak berbeda dengan bank konvensional, yakni sebagai lembaga intermediasi (intermediary institution) yang mengerahkan dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana-dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkannya dalam bentuk fasilitas pembiayaan. Perbedaan pokoknya terletak dalam jenis keuntungan yang diambil bank dari transaksi-transaksi yang dilakukannya. Bila bank konvensional mendasarkan keuntungannya dari pengambilan bunga, maka Bank Syariah dari apa yang disebut sebagai imbalan, baik berupa jasa (fee-base income) maupun mark-up atau profit margin, serta bagi hasil (loss and profit sharing).
Beberapa produk jasa yang disediakan oleh bank berbasis syariah antara lain:
Al-Wadi'ah (jasa penitipan), adalah jasa penitipan dana dimana penitip dapat mengambil dana tersebut sewaktu-waktu. Dengan sistem wadiahBank tidak berkewajiban, namun diperbolehkan, untuk memberikan bonus kepada nasabah. Bank Muamalat Indonesia-Shahibul Maal.
· Deposito Mudhorobah, nasabah menyimpan dana di Bank dalam kurun waktu yang tertentu. Keuntungan dari investasi terhadap dananasabah yang dilakukan bank akan dibagikan antara bank dan nasabah dengan nisbah bagi hasil tertentu.
· Al-Musyarakah (Joint Venture), konsep ini diterapkan pada model partnership atau joint venture. Keuntungan yang diraih akan dibagi dalam rasio yang disepakati sementara kerugian akan dibagi berdasarkan rasio ekuitas yang dimiliki masing-masing pihak. Perbedaan mendasar dengan mudharabah ialah dalam konsep ini ada campur tangan pengelolaan manajemennya sedangkan mudharabah tidak ada campur tangan.
· Al-Mudharabah, adalah perjanjian antara penyedia modal dengan pengusaha. Setiap keuntungan yang diraih akan dibagi menurut rasio tertentu yang disepakati. Resiko kerugian ditanggung penuh oleh pihak Bank kecuali kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan pengelolaan, kelalaian dan penyimpangan pihak nasabah seperti penyelewengan, kecurangan dan penyalahgunaan.
· Al-Muzara'ah, adalah bank memberikan pembiayaan bagi nasabah yang bergerak dalam bidang pertanian/perkebunan atas dasar bagihasil dari hasil panen.
· Bai' Al-Murabahah, adalah penyaluran dana dalam bentuk jual beli. Bank akan membelikan barang yang dibutuhkan pengguna jasa kemudian menjualnya kembali ke pengguna jasa dengan harga yang dinaikkan sesuai margin keuntungan yang ditetapkan bank, dan pengguna jasa dapat mengangsur barang tersebut. Besarnya angsuran flat sesuai akad diawal dan besarnya angsuran=harga pokok ditambah margin yangdisepakati. Contoh: harga rumah 500 juta, margin bank/keuntungan bank 100 jt, maka yang dibayar nasabah peminjam ialah 600 juta dan diangsur selama waktu yang disepakati diawal antara Bank dan Nasabah.
· Bai' As-Salam, Bank akan membelikan barang yang dibutuhkan di kemudian hari, sedangkan pembayaran dilakukan di muka. Barang yang dibeli harus diukur dan ditimbang secara jelas dan spesifik, dan penetapan harga beli berdasarkan keridhaan yang utuh antara kedua belah pihak. Contoh: Pembiayaan bagi petani dalam jangka waktu yang pendek (2-6 bulan). Karena barang yang dibeli (misalnya padi, jagung, cabai) tidak dimaksudkan sebagai inventori, maka bank melakukan akad bai' as-salam kepada pembeli kedua (misalnya Bulog, pedagang pasar induk, grosir). Contoh lain misalnya pada produk garmen, yaitu antara penjual, bank, dan rekanan yang direkomendasikan penjual.
· Bai' Al-Istishna', merupakan bentuk As-Salam khusus di mana harga barang bisa dibayar saat kontrak, dibayar secara angsuran, atau dibayar di kemudian hari. Bank mengikat masing-masing kepada pembeli dan penjual secara terpisah, tidak seperti As-Salam di mana semua pihak diikat secara bersama sejak semula. Dengan demikian, bank sebagai pihak yang mengadakan barang bertanggung-jawab kepada nasabah atas kesalahan pelaksanaan pekerjaan dan jaminan yang timbul dari transaksi tersebut.
2.3.2. Asuransi
Asuransi dalam bahasa Arab disebut At’ta’mîn yang berasal dari kata amanah yang berarti memberikan perlindungan, ketenangan, rasa aman serta bebas dari rasa takut. Istilah menta’minkan sesuatu berarti seseorang memberikan uang cicilan agar ia atau orang yang ditunjuk menjadi ahliwarisnya mendapatkan ganti rugi atas hartanya yang hilang.Menurut Fatwa Dewan Asuransi Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) Fatwa DSN No.21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedomam Umum Asuransi Syariah bagian pertama menyebutkan pengertian Asuransi Syariah (ta’mîn, takâful’ atau tadhâmun) adalah usaha saling melindungi dan tolongmenolong di antara sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk set dan atau tabarru yang memberikan pola pengembalian untuk mengehadapi resiko tertentu melalui akad atau perikatan yang sesuai dengan syariah.
Akad atau perjanjian yang menjadi dasar bagi setiap transaksi, termasuk dalam asuransi atau yang lazim disebut dengan polis juga harusdisesuaikan dengan prinsip-prinsip syari’ah, Untuk itu maka dalam pembuatan polis asuransi dapat menerapkan akad-akad tradisional Islam.Berdasarkan fatwa DSN-MUI, jenis-jenis akad yang dapat diterapkan dalam asuransi syari’ah adalah : akad mudhârabah, akad mudhârabah musytarakah, akad wakâlahbil-ujrah, dan akad tabarru.
Konsep asuransi syari’ah adalah risk sharing (pembagian resiko) berdasarkan prinsip tolong menolong. Ini berbeda dengan asuransi konvensional yang menekankan pada pengalihan resiko (risk transfering). Prinsip tolong menolong ini dalam Islam dikenal dengan prinsip ta’âwuniyah.
2.3.3. Penggadaian
Gadai merupakan salah satu kategori dari perjanjian utang-piutang, yang mana untuk suatu kepercayaan dari orang yang berpiutang, maka orang yang berutang menggadaikan barangnya sebagai jaminan terhadap utangnya itu. Dalam istilah bahasa Arab, gadai diistilahkan dengan rahn dan dapat juga dinamai al- habsu . Secara etimologis, pengertian rahn adalah tetap dan lama, sedangkan al- habsu berarti penahanan terhadap suatu barang tersebut.
Praktik seperti ini telah ada sejak jaman Rasulullah SAW., dan Rasulullah sendiri pernah melakukannya. Gadai mempunyai nilai sosial yang sangattinggi dan dilakukan secara sukarela atas dasar tolong-menolong. Sesuai dengan PP 103 Tahun 2000 Pasal 8, Perum Pegadaian melakukan kegiatan usaha utamanya dengan menyalurkan uang pinjaman atas dasarhukum gadai serta menjalankan usaha lain seperti penyaluran uang pinjaman berdasarkan layanan jasa titipan, sertifikasi logam mulia, dan lainnya.Secara umum, produk jasa dari lembaga pegadaian adalah sebagai berikut :
1. Gadai
Gadai merupakan kredit jangka pendek guna memenuhi kebutuhan dana yang harus dipenuhi pada saat itu juga, dengan barang jaminan berupa barang bergerak berwujud seperti perhiasan, kendaraan roda dua, barang elektronik dan barang rumah tangga.
2. Jasa Taksir
Jasa taksir diberikan kepada mereka yang ingin mengetahui kualitas barang miliknya seperti emas, perak dan berlian
3. Jasa Titipan
Jasa titipan merupakan cara pemecahan masalah yang paling tepat bagi masyarakat yang menghendaki keamanan yang baik atyas barang berharga miliknya. Barang-barang yang dapat dititipkan di pegadaian adalah perhiasan, surat-surat berharga, sepeda motor dan sebagainya.Sistem operasional produk Pegadaian syari’ah dilakukan melalui prinsip- prinsip sebagai berikut :
o Prinsip Wadi’ah (Simpanan)
o Prinsip Tijarah (Jual Beli atau Pengembalian Bagi Hasil)
o Prinsip Ijarah (Sewa)
o Prinsip al-Ajr wa al-Umulah (Pengembalian Fee)
o Prinsip al-Qard (Biaya Administrasi)
2.3.4. BMT
Istilah BMT sebenarnya dapat dipilah sebagai Baitul Mâl (BM) dan Baitul Tamwîl (BT). Menurut fungsinya, BM bertugas menghimpun, mengelola dan menyalurkan dana ZIS (Zakat, Infak, Sedekah) sebagai bagian yang menitikberatkan pada aspek sosial. Sementara, BT merupakan lembaga komersial dengan pendanaan dari pihak ke tiga, bisa berupa pinjaman atau investasi.
Ada dua bagian dari BMT yang keduanya memiliki fungsi dan pengertian yang berbeda. Pertama, Baitul Mâl merupakan lembaga penerima zakat, infak, sedekah dan sekaligus menjalankannya sesuai dengan peraturan dan amanahnya. Sedangkan Baitul Tamwîl adalah lembaga keuangan yang berorientasi bisnis dengan mengembangkan usaha-usahaproduktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas kehidupan ekonomi masyarakat terutama masyarakat dengan usaha skala kecil. Dalam perkembangannya BMT juga diartikan sebagai Balai-usaha Mandiri Terpadu yang singkatannya juga BMT. Adapun ciri dari BMT adalah :
1. Berorientasi bisnis dan mencari laba bersama
2. Bukan lembaga sosial tapi dapat dimanfaatkan untuk mengefektifkan penggunaan zakat, infak dan sadaqoh.
3. Ditumbuhkan dari bawah dan berlandaskan pada peran sertamasyarakat.
4. Milik masyarakat secara bersama, bukan milik perorangan.
5. Dalam melakukan kegiatannya para pengelola BMT bertindak aktif, dinamis, berpandangan proaktif.
6. Melakukan upaya peningkatan wawasan dan pengamalan nilai-nilai Islam kepada semua personil dan nasabah BMT. Biasanya dilakukan dengan pengajian-pengajian atau diskusi-diskusi dengan topik-topikyang terencana.
7. Manajemen BMT dikelola secara profesional dan Islami.
2.4. Bekerja Sebagai Kegiatan Ibadah
Bekerja adalah manifestasi amal saleh. Bila kerja itu amal saleh, maka kerja adalah ibadah. Dan bila kerja itu ibadah, maka kehidupan manusia tidak bisa dilepaskan dari kerja. Seorang muslim dalam mengerjakan sesuatu selalu melandasinya dengan mengharap ridha Allah. Ini berimplikasi bahwa ia tidak boleh melakukan sesuatu dengan sembrono, sikap seenaknya, dan secara acuh tak acuh. Sehubungan dengan ini, optimalisasi nilai hasil kerja berkaitan erat dengan konsep ihsan. Ihsan berkaitan dengan etos kerja, yaitu melakukan pekerjaan dengan sebaik mungkin, sesempurna mungkin atau seoptimal mungkin. Allah mewajibkan atas segala sesuatu, sebagaimana firman-Nya, “Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya“. (QS. As-Sajdah ayat 7).
Rasulullah SAW menjadikan kerja sebagai aktualisasi keimanan dan ketakwaan. Rasul bekerja bukan untuk menumpuk kekayaan duniawi. Beliau bekerja untuk meraih keridaan Allah SWT.Suatu hari Rasulullah SAW berjumpa dengan Sa’ad bin Mu’adz Al-Anshari. Ketika itu Rasul melihat tangan Sa’ad melepuh, kulitnya gosong kehitam-hitaman seperti terpanggang matahari. “Kenapa tanganmu?,” tanya Rasul kepada Sa’ad. “Wahai Rasulullah,” jawab Sa’ad, “Tanganku seperti ini karena aku mengolah tanah dengan cangkul itu untuk mencari nafkah keluarga yang menjadi tanggunganku”. Seketika itu beliau mengambil tangan Sa’ad dan menciumnya seraya berkata, “Inilah tangan yang tidak akan pernah disentuh api neraka”.
Dalam kisah lain disebutkan bahwa ada seseorang yang berjalan melalui tempat Rasulullah SAW. Orang tersebut sedang bekerja dengan sangat giat dan tangkas. Para sahabat kemudian bertanya, “Wahai Rasulullah, andaikata bekerja semacam orang itu dapat digolongkan jihad fî sabilillâh, maka alangkah baiknya.” Mendengar itu Rasul pun menjawab, “Kalau ia bekerja untuk menghidupi anak-anaknya yang masih kecil, itu adalah fî sabilillâh; kalau ia bekerja untuk menghidupi kedua orangtuanya yang sudah lanjut usia, itu adalah fî sabilillâh; kalau ia bekerja untuk kepentingan dirinya sendiri agar tidak meminta-minta, itu juga fî sabilillâh.” (HR Ath-Thabrani).
Kemuliaan seorang manusia itu bergantung kepada apa yang dilakukannya. Dengan itu, sesuatu amalan atau pekerjaan yang mendekatkan seseorang kepada Allah adalah sangat penting serta patut untuk diberi perhatian. Amalan atau pekerjaan yang demikian selain memperoleh keberkahan serta kesenangan dunia, juga ada yang lebih penting yaitu merupakan jalan atau tiket dalam menentukan tahap kehidupan seseorang di akhirat kelak; apakah masuk golongan ahli surga atau sebaliknya. Istilah ‘kerja’ dalam Islam bukanlah semata-mata merujuk kepada mencari rezeki untuk menghidupi diri dan keluarga dengan menghabiskan waktu siang maupun malam, dari pagi hingga sore, terus menerus tak kenal lelah, tetapi kerja mencakup segala bentuk amalan atau pekerjaan yang mempunyai unsur kebaikan dan keberkahan bagi diri, keluarga dan masyarakat sekelilingnya serta negara.
Islam menempatkan kerja atau amal sebagai kewajiban setiap muslim. Kerja bukan sekedar upaya mendapatkan rezeki yang halal guna memenuhi kebutuhan hidup, tetapi mengandung makna ibadah seorang hamba kepada Allah, menuju sukses di akhirat kelak. Oleh sebab itu, muslim mesti menjadikan kerja sebagai kesadaran spiritualnya.
Dengan semangat ini, setiap muslim akan berupaya maksimal dalam melakukan pekerjaannya. la berusaha menyelesaikan setiap tugas dan pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya dan berusaha pula agar setiap hasil kerjanya menghasilkan kualitas yang baik dan memuaskan. Dengan kata lain, ia akan menjadi orang yang terbaik dalam setiap bidang yang ditekuninya. Ada dua tahapan yang harus dilakukan seseorang agar prestasi kerja meningkat dan kerjapun bernilai ibadah.
Pertama, Kerja Ikhlas. Betapa banyak para pekerja dalam melaksanakan pekerjaannya dengan tekun, cerdas, gigih dan penuh tanggungjawab namun jauh dari nilai-nilai keikhlasan akhirnya menjadi petaka. Bekerja dengan dilandasi keikhlasan adalah suatu keharusan agar materi dari hasil kerja didapat sementara pahala diraih. Sesuai dengan doa yang seringkali dibaca ‘fiddunya hasanah wafil akhirati hasanah…”Dan katakanlah : “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang mengetahui akan yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan” (al-Qur’an Surat At-Taubah ayat 105).
Kedua, Kerja keras dan cerdas. Ukuran kerja keras adalah kesempatan berbuat, tanpa pamrih, bekerja maksimal dan Kepasifan dalam menghadapi pekerjaan membatasi seseorang tidak berusaha meningkatkan kemampuan profesionalismenya. Profesionalisme biasanya dijadikan ukuran dalam peningkatan prestasi di setiap pekerjaan. Dalam mengerjakan sesuatu, seorang muslim selalu melandasinya dengan mengharap ridha Allah. Ini berimplikasi bahwa ia tidak boleh melakukan sesuatu dengan sembrono, sikap seenaknya, dan secara acuh tak acuh. Sehubungan dengan ini, optimalisasi nilai hasil kerja berkaitan erat dengan konsep ihsan. Ihsan berkaitan dengan etos kerja, yaitu melakukan pekerjaan dengan sebaik mungkin, sesempurna mungkin atau seoptimal mungkin.
2.5 Aklakh Bekerja Dalam Islam
Pembahasan Akhlak bekerja, dikenal juga dengan istilah Etos kerja (work ethic). Etos kerja suatu masyarakat tidak bisa dilepaskan dari pemahaman dan pengamalan atas doktrin-doktrin keagamaan atau ideologi yang dianut. Agama atau ideologi merupakan pembentuk etika yang paling dasar yang dikembangkan sedemikian rupa sesuai dengan tuntutan aktual masyarakat. Cendikiawan Muslim Nurcholis Majid dalam bukunya Islam Dogma dan Peradaban mencatat beberapa konsep ajaran Islam yang terkait erat dengan peningkatan kualitas etos kerja umat, antara lain :
1. Niat dan Tauhidullah
Dalam Islam kedudukan niat merupakan yang paling fundamental dalam setiap praktek ibadah baik mahdah maupun ghairu mahdah. Baik buruknya suatu pekerjaan tergantung pada niat pelakunya. Rasulullah bersabda :
إمنا األعمال بالنية وإمنا لكل امرئ ما نوى
"Sesungguhnya setiap amal itu dengan niatnya, dan setiap perkara tergantung pada apa yang ia niatkan".
Inilah yang membedakan antara sistem Islam dengan yang lain. Termasuk dengan konfusianisme, faham ini secara nyata memang memberi pengaruh kuat kepada pemeluknya untuk melakukan kerja keras. Sebab secara umum ajaran yang ditekankan lebih mengarah kepada materialisme. Dimana kepemilikan seseorang akan materi akan sangat menentukan tingkatan kastanya baik waktu di dunia maupun ketika sesudah mati. Itulah karenanya dalam sistem ekonomi negara yang menganut paham kongfusianisme lebih mengarah kepada sistem yang menjunjung tinggi materi sebagai pusat perbaikan suatu bangsa.
Islam adalah agama yang mengajarkan tauhid pada setiap aspek kehidupan umatnya. Seoarang muslim yang beriman wajib meyakini dengan lisan dan qalbunya syahadat Lâ ilâha illallâh, lafadz ini berarti menafikan tuhan-tuhan lain selain Allah. Tuhan-tuhan itu bisa berarti benda yang dicenderungi maupun disembah (paganisme), ideologi seperti materialisme, hedonisme, atau sistem kepercayaan yang diikuti yang lebih diutamakan dari pada Allah. Maka ketika seseorang bekerja dengan didasarkan pada tauhid, hal itu menjadikanya merdeka untuk melakukan apa saja yang diyakini selama tidak bertentangan dengan kehendak Allah SWT.
2. Ihsan dan Itqan
Untuk memperkuat dan memperjelas niat, umat Islam diperintahkan untuk mengucapkan nama Allah (bismillâh) setiap awal pekerjaannya.Secara filosofis ikrar kepada sesuatu berarti pengakuan atas apa yang dimiliki olehnya. Allah dalam pandangan umat Islam adalah Tuhan yangmaha segala-galanya, tidak ada yang lebih maha dari pada Dia. Hal ini melahirkan kesadaran bahwa sesuatu yang didasarkan kepada derajat tertinggi akan memberi motivasi kuat untuk menyamakannya. Itulah Ihsan. Berihsan dengan menajamkan pisau untuk menyembelih hewan qurban tidak saja dilihat dari sudut pandang "kehewanan" tetapi juga menunjukkan kerja yang efektif dan efisien. Dalam sistem kerja masyarakat modern, efektifitas dan efisiensi merupakan tuntutan utama yang harus dimiliki semua orang jika ingin berhasil. Selain ihsan dikenal juga itqan, yaitu proses kerja dengan standar mutu terbaik. Seorang muslim dituntut untuk tidak kerja asal-asalan, tetapi berorientasi pada karya terbaik, indah dan memiliki kualitas yang diperhitungkan semua orang.
3. Pentingya bekerja dalam Islam
Kerja merupkan wujud keberadaan manusia di muka bumi (mode of existence). Jika bapak filsafat modern Rene Descartes memformulasikan sebuah prinsip, aku berpikir maka aku ada (cogito ergo sum), maka dalam tema ini menjadi "aku bekerja maka aku ada". Sesorang akan dikenal dan diperhitungkan berdasarkan kerja yang dilakukan. Selain kerja sebagai usaha memenuhi kebutuhan, juga sebagai penunjukkan jati diri masyarakat dengan ideologi yang diyakininya. Masyarakat di beberapa negara maju asia seperti Jepang, Korea Selatan dan Hongkong dikenal sebagai masyarakat pekerja. Satu dengan yang lain saling berlomba untuk bisa menjadi yang terbaik di Asia. Itulah yang disebut dengan fighting Spirit (semangan bersaing) dalam rangka mencapai idealisme ideologi yang mereka anut. Bekerja dengan semangat beramal soleh dalam rangka kejayaan diri, agama dan bangsa merupakan jargon yang tak akan pernah padam karena merupakan semangat utama yang bisa menjadikanpemeluk agama ini berada pada tingkatan tertinggi dalam peradaban manusia. Dan itu pernah terjadi pada masa sahabat dan daulah Islamiyah.
4. Mukmin yang Kuat lebih dicintai Allah
Kebanggaan sebagai suatu bangsa secara nyata telah menjadikan bangsa tersebut sebagai bangsa pesaing. Masyarakat Inggris pernah mengklaim dirinya sebagai manusia terdepan dalam sistem evolusi manusia ketika ditemukannya fosil manusia Fieltdown, yang kemudian berlanjut denganpenjajahan kepada bangsa- bangsa diberbagai tempat di dunia. Islam tidak mengajarkan rasisme seperti itu, tetapi menanamkan keberanian dankepercayaan diri untuk melakukan banyak hal sebagai seorang muslim yang mukmin kepadaNya. Kebanggaan sebagai seoarang muslim ini nyata telah menjadikan para sahabat dulu memiliki jiwa dan semangat yang membara dalam rangka menyebarkan Islam ke berbagai pelosok bumi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
EkonomiIslam didasarkan pada prinsip syariah yang di dalamnya ada perintah dan peraturan tentang boleh tidaknya suatu kegiatan. Dasar hukum yang digunakan adalah Al – Qur’an , As – Sunnah atau Ijma (Apabila hukum tidak ditemui di Al – Qur’an maupun As – Sunnah). Dalam masyarakat globalisasi saat ini, sistem ekonomi islam atau syari’ah dapat digunakan untuk menggantikan sistem ekonomi kapitalis maupun komunisme. selain itu kerja merupkan wujud keberadaan manusia di muka bumi (mode of existence). Jika bapak filsafat modern Rene Descartes memformulasikan sebuah prinsip, aku berpikir maka aku ada (cogito ergo sum), maka dalam tema ini menjadi "aku bekerja maka aku ada". Sesorang akan dikenal dan diperhitungkan berdasarkan kerja yang dilakukan.
Dalam ekonomi Islam, sumber pengetahuan ekonomi adalah Wahyu. Prinsip ekonomi dalam ekonomi Islam merupakan produk dari wahyu (dari Allah yang disampaikan pada Nabi saw). Dengan demikian pengertian ekonomi islam bisa dideskripsikan sebagai sistem ekonomi yang prinsip-prinsipnya bersumber dari Al Quran dan Hadis. Beberapa persoalan ekonomi dalam pandangan islam yaitu bank konvensional dan bank syariah, asuransi, valas, bursa efek, pegadaian.
B. Saran
Setelah pemaparan di atas, dapat kita ketahui bahwa dalam kehidupan ekonomi manusia memiliki masalah-masalah yang cukup rumit. Dan sebagai solusinya, Islam telah menawarkan konsep-konsep yang berdasarkan Al-Quran dan As-Sunnah. Dengan demikian, semakin terbukti bahwa ekonomi Islam adalah sistem ekonomi yang paling sempurna. Dan harap diingat, dilarang mencari harta, berusaha atau bekerja yang nantinya dapat melupakan kematian, lupa berdzikir, lupa sholat dan zakat, serta dilarang menempuh suatu usaha yang haram.
DAFTAR PUSTAKA
Ekonomi Islami: Suatu kajian Ekonomi Mikro. Karim BusinessConsulting. Jakarta Mankiw, N. G. 2000.
Muqaddimah Dustur aw Al Asbaabul Maujibatu lahu. Az-Zain, S. A. 1981. Syari'at Islam: Dalam Perbincangan Ekonomi, Politik dan Sosial sebagai Studi Perbandingan (Terjemahan). Penerbit Husaini. Bandung. Budiono. 1998.
https://dalamislam.com/hukum-islam/ekonomi/hukum-bursa-efek-dalam-islam


Tidak ada komentar:
Posting Komentar